Kamis, 06 Desember 2012

KD 2.4 dan KD.2.5



KD 2.4        :        Menganalisis Upaya Pemberantasan Korupsi Indonesia
Indikator    :
1.       Menjelaskan Pengertian Korupsi
4.       Menguraikan Perbedaan Tugas Dan Wewenang Lembaga         Pemberantasan Korupsi.
5.       Menunjukkan Contoh Tindak Pidana Korupsi Pada Masa Orde Baru Dan Reformasi Yang Terselesaikan.


JAWAB :
1.     Pengertian korupsi
Korupsi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain.


4.       Menguraikan perbedaan tugas dan wewenang Lembaga      Pemberantasan Korupsi.
Jawab :
          1. Tugas Lembaga Pemberantasan Korupsi (KPK) yaitu :
·       Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
·       Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
·       Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.
·       Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi.
·       Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan Negara.

          2. Wewenang Lembaga Pemberantasan Korupsi (KPK) yaitu :
·       Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi.
·       Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi.
·       Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait.
·       Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
·       Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.



5.       Menunjukkan contoh tindak pidana korupsi pada masa orde baru          dan reformasi yang terselesaikan.
JAWAB :
1.       VIVAnews - Kejaksaan Agung membuka kembali kasus dugaan korupsi dana mobilisasi Provinsi Gorontalo. Kejaksaan bahkan sudah mengantongi izin memeriksa Gubernur Gorontalo, Fadel Muhammad.
          "Pemerintah Provinsi Gorontalo menyambut baik dan siap memberikan klarifikasi yang didukung oleh fakta hukum," kata Fadel dalam keterangan yang diperoleh VIVAnews, Kamis 5 februari 2009.
          Menurut Fadel, kasus dana mobilisasi APBD sebesar Rp 5,4 miliar ini terjadi pada 2002. Kasus ini, lanjut Fadel, adalah akibat dari penafsiran Peraturan Pemerintah Nomor 110 Tahun 2000 tentang Kedudukan DPRD. Pada Pasal 14 ayat (1) bagian e dan ayat 2 menyatakan untuk kelancaran pelaksanaan tugas DPRD disediakan dana penunjang.
          "Penafsiran isi peraturan tersebut telah membawa akibat bagi DPRD yaitu dituduh telah melakukan penyalahgunaan kewenangan DPRD Provinsi Gorontlao tidak terkecuali," jelas Fadel.
          Kasus dana mobilisasi Rp 5,4 miliar ini terjadi karena DPRD Provinsi Gorontalo menuntut dana mobilisasi untuk mendukung kinerja mereka. Dana itu cair melalui Surat DPRD No 160/DPRD57/02 25-02-2002 DPRD Gorontalo mengajukan dana mobilitas. DPRD juga menyatakan bertanggungjawab atas penggunaan dana mobilitas tersebut melalui Keputusan DPRD No 15 Th 2002 tertanggal 6 Maret 2002.
          "Untuk mengantisipasi akibat hukum yang mungkin dapat terjadi maka Gubernur Gorontalo membuat SKB dengan DPRD, SKB inilah yang kemudian diprotes masyarakat," ujarnya.
          Fadel menjelaskan, dana mobilisasi yang sudah diterima oleh anggota DPRD kemudian menuai protes masyarakat. Anggota DPRD Provinsi Gorontalo sepakat untuk mengembalikannya pada 12 Desember 2002. Meskipun sudah dikembalikan proses hukum tetap berjalan.
          Kejaksaan Tinggi Gorontalo pada 24 Februari 2003 menerbitkan surat perintah penyidikan atas penyalahgunaan wewenang 45 anggota DPRD Provinsi Gorontalo. Sebagai bentuk kepatuhan terhadap hukum Ketua DPRD Prov Gorontlao, Amir Piola Isa menyerahkan bukti setor kepada Kas Pemerintah Provinsi Gorontalo Rp 5,4 miliar pada 21 Maret 2003.
          "Atas itikad baik DPRD, Kejati mengajukan usul penghentian penyidikan kepada Jaksa Agung dan disetujui," jelasnya.
          Menurut Fadel, Gubernur juga sudah mengirimkan surat ke Menteri Dalam Negeri dan Badan Pemeriksa Keuangan. Kedua lembaga itu, lanjut Fadel, menyatakan persoalan sudah selesai dan tidak ada kerugian negara.

2.       SEMARANG, suaramerdeka.com - Terdakwa kasus korupsi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Demak tahun 2003/2004, Nurul Huda dan Mochammad Ghofar dinyatakan bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang. Majelis hakim yang diketuai oleh Lilik Nuraini memvonis keduanya dengan hukuman penjara satu tahun denda Rp 50 juta subsider dua bulan serta hukuman membayar uang pengganti Rp 160 juta subsider enam bulan penjara.
          “Saya merasa ada yang janggal dengan putusan ini. Mengapa barang bukti dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) dikembalikan ke kejaksaan. Padahal di persidangan masih dipersoalkan keabsahannya. Bagaimana objektivitasnya? Kami (Nurul Huda dan Mochammad Ghofar) akan banding,” kata Nurul Huda pada Suara Merdeka, seusai mendengarkan putusan, Selasa (26/6).
          Pada sidang tersebut, Nurul yang merupakan mantan Ketua DPRD Kabupaten Demak mengajak JPU untuk melakukan mubahalah. Yakni sumpah yang dilakukan antara dirinya dan JPU. Ajakan ini sudah diajukan tiga kali olehnya pada majlis hakim, namun tetap urung terjadi. “Sumpah disertai permohonan, siapa yang dzolim maka akan segera dicabut nyawanya,” tuturnya.
          Sayangnya, terkait pengajuan banding ini Mochammad Ghofar belum bisa dihubungi untuk dimintai keterangan. Keduanya bersama dengan almarhum Suharmin tercatat menjabat sebagai wakil rakyat DPRD Kabupaten Demak periode 1999-2004. Namun, lantaran sudah meninggal maka almarhum Suharmin tidak diproses. Mereka dinyatakan bersalah pada kasus korupsi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Kabupaten Demak tahun 2003/2004 dengan modus anggaran ganda yang merugikan keuangan negara hingga Rp 3,9 miliar. Dari nominal itu, lanjut Lilik, Nurul Huda menerima Rp 166 juta dan Ghoffar menerima Rp 139 juta.
          Sebelumnya, Nurul Huda dan Mochammad Ghofar telah menjalani sidang kasus ini di Pengadilan Negeri (PN) Demak tahun 2010. Dalam putusan sela, hakim Pengadilan Negeri Demak mengabulkan nota keberatan terdakwa dan ketiganya bebas dari jerat hukum. Kejaksaan Negeri Demak lantas melakukan perlawanan hingga ke tingkat kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Setelah kasasi turun mereka mengajukan kasus ini ke Pengadilan Tipikor.

3.       PIKIRAN RAKYAT ONLINE – Selasa, 30/10/2012CILACAP, (PRLM).- Kejaksaan Negeri Cilacap Jawa Tengah dinilai nol prestasi perkara korupsi. Hingga Oktober 2012 tidak ada satupun kasus korupsi yang dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jawa Tengah.
          Koordinator Komisi Pemberantasan Korupsi Kolusi, dan Nepotisme (KP2KKN) Jawa Tengah Eko Haryanto mengatakan, Kejari Cilacap satu-satunya kejaksaan di wilayah eks karesidenan Banyumas plus Kebumen yang nol prestasi. “Tidak ada satupun perkara korupsi yang dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor,” kata Eko ketika dihubungi “PRLM”, Selasa (30/10).
          Berdasarkan data KP2KKN perkara yang dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor, sampai Oktober ada 104 kasus. Dari lima kabupaten di Jateng selatan Banjarnegara paling tinggi prestasinya.
          Kejari Banjarnegara ada lima kasus yang dilimpahkan ke Tipikor, Kejari Banyumas 3 kasus, Kejari Purwokerto 3, Kejari Kebumen 2 dan Kejari Purbalingga satu perkara. Sedangkan. Kejari Cilacap masih nol perkara.
          Padahal konon Kejari Cilacap sedang menangani beberapa kasus korupsi lama dengan nilai kerugian cukup fantastis untuk ukuran korupsi di daerah.
          Perkara tersebut merupakan kasus lama sudah mengendap mengendap selama bertahun -tahun. “Padahal di kabupaten tersebut merupakan gudang perkara korupsi yang menimbulkan kerugian negara milyaran rupiah. Sepertinya ada kesengajaan untuk menunda perkara,”jelas Eko.
          Seperti kasus pengambilalihan pembangunan Pasar Sampang, Peninggalan 2008 yang konon akan dibuka lagi tahun ini.
          Dugaan korupsi telah mengakibatkan kekosongan kas daerah Kabupaten Cilacap sebesar Rp7,5 milyar dengan tersangka mantan Bupati Probo Yulastoro, Fajar Subekti mantan Kepala Dipenda Cilacap dan Sayidi mantan Sekda.
          Dugaan pungutan liar Rp 5 juta terhadap sekretaris desa se Cilacap pada 2008 dengan tersangka Dangir Mulyadi yang saat ini menjabat sebagai staf ahli Bupati Cilacap.
          Dan yang paling hangat adalah dugaaan korupsi proyek peningkatan jalan di Pulau Nusakambangan yang diduga melibatkan Direktur Direktur PT Melista Karya Siti Fatimah.
          Proyek pengaspalan jalan di Pulau Nusakambangan 2008, telah menimbulkan kerugian negara senilai Rp 9 milyar dari proyek senilai Rp 28 milyar.
          Siti Fatimah yang dikenal dengan julukan Ratu Aspal Cilacap ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejari Cilacap sejak 2011 (bukan 2008 red). Eko juga mempertanyakan komitmen Polda Jateng terkait dugaan korupsi proyek Sistem Informasi Manajemen Pemerintahan Desa (Simpemdes) 2008 di Kabupaten Cilacap.
          Sejak ditangani Kepolisian Daerah (Polda) Jateng pada 2010, kasus korupsi dengan kerugian negara Rp 7,687 milyar tak kunjung selesai, bahkan sebagian barang bukti yang disita sudah beralih fungsi.
          Eko juga mempertanyakan keberadaan barang bukti berupa uang yang disita polisi senilai Rp 1. 077 milyar, barang bukti kendaraan senilai Rp 120 juta serta dan sebuah bangunan rumah toko (ruko) senilai Rp 1.5 milyar di Cilacap. Uang suap tersebut diberikan dari para rekanan pelaksana proyek.
          Sementara Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Cilacap, Edyward membantah, jika institusi yang dipimpinnya nol prestasi “Perkara masih terus berjalan. Bahkan, beberapa diantaranya akan dilimpahkan dalam waktu dekat ini,”jelasnya.
          “Maksimal akhir tahun ini kita limpahkan beberapa kasus korupsi ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Semarang. Kita sedang mendalami semua perkara itu agar sudah siap ketika hendak dilimpahkan,” katanya.









Tugas PKN
K.D.2.5 : Menampilkan Peran Serta Dalam Upaya Pemberantasan Korupsi
Indikator:
1.     Menunjukkan Contoh Sikap Anti Korupsi
2.     Menunjukkan Contoh Gerakan Atau Organisasi Anti Korupsi
3.     Menganalisis Macam-Macam Perbuatan Anti Korupsi
4.     Menmpilkan Sikap Anti Korupsi
Tujuan pembelajaran :
1.     Menunjukkan Contoh sikap seseorang dalam memerangi korupsi
2.     Menjelaskan macam-macam gerakan atau organisasi anti korupsi
3.     Menjelaskan bentuk strategi organisasi dalam melakukan pemberantasan korupsi
4.     Menguraikan peran legislatif dan pemerintah dalam melakukan pemberantasan korupsi
Jawaban :
1.     Menunjukkan sikap seseorang dalam memerangi korupsi

Sikap anti korupsi haruslah dimulai dari diri sendiri dan lingkungan keluarga. Dari dalam diri, sejak dini harus ditanamkan sikap jujur, adil, terbuka dan mandiri. Dengan demikian, orang akan terhindar dari prilaku yang merugikan orang lain demi kepentingan pribadi. Saat ini, masyarakat telah menganggap bahwa korupsi dan kolusi merupakan tindakan yang berbahaya dan tidak terpuji. Namun sebagian mayarakat masih belum sadar bahwa nepotisme pun merupakan tindakan yang merugikan masyarakat umum. Nepotisme sangat berbahaya terutama atas hiangnya kesempatan bekerja atau berusahabagi putra-putri terbaik bangsa.


2.     Menjelaskan macam-macam organisasi anti kroupsi
No.
Nama Gerakan/
Organisasi Anti Korupsi
Keterangan
1.
GEMPITA (Gerakan Masyarakat Peduli Harta Negara )
Berkedudukan di Jakarta dan diketahui oleh Dr. Albert Hasibuan
2.
OAK (Organisasi Anti Korupsi)
Berkedudukan di Jakarta
3.
ICW (Indonesian Crruption Watch)
NGO/LSM berkedudukan di Jakarta yang menyaroti korupsi pada sektor kesehatan dan pendidikan
4.
SoRAK (Solidaritas Gerakan Anti Korupsi)
Berkedudukan di Aceh
5.
SAMAK (Solidaritas Masyarakat Anti Korupsi)
Berkedududkan di Aceh
6.
Masyarakat Transparasi Indomnesia (TMI)
NGO/LSM berkedudukan di Jakarta

7.
Transparency International Indonesia (TII)
NGO/LSM berkedudukan di Jakarta
8.
Gerakan Rakyat Anti Korupsi (GERAK), dan lain-lain


3.     Bentuk-bentuk strategi organisasi dalam pemberantasan korupsi

1.                       Pertama, menolak pengerdilan KPK yang dilakukan dengan berbagai cara, lain melalui pembahasan Rancangan Undang-Undang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), karena menyalahi amanat reformasi.
2.                       Kedua, menolak RUU Tipikor yang melemahkan upaya pemberantasan korupsi.
3.                       Ketiga, mendukung pembahasan ulang UU Pengadilan Tipikor, pencantuman tiga hakim ad hoc dan dua hakim karier.
4.                       Keempat, mendukung dimilikinya kewenangan penuntutan dan penyadapan oleh KPK tanpa meminta izin Pengadilan Negeri. Selain itu, mendukung peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) tentang UU Pengadilan Tipikor sesuai amanat reformasi.
5.                       Kelima, mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemberantasan korupsi dan mempertahankan eksistensi KPK.
6.                       Keenam, mendesak Presiden untuk membersihkan kepolisian dan kejaksaan dari oknum antipemberantasan korupsi.
7.                       Ketujuh, membentuk komite etik kajian ulang atas tuduhan dan penetapan dua pimpinan KPK sebagai tersangka oleh tim independen karena terdapat dugaan konflik kepentingan.
8.                       Kedelapan, menunda pemberhentian sementara dua pimpinan KPK oleh presiden hingga ada hasil pemeriksaan komite etik dan tim independen yang menunjukkan bahwa pimpinan melanggar kode etik.
9.                       Kesembilan, menolak segala upaya kriminalisasi kebijakan pimpinan yang telah sesuai prosedur operasional baku dan undang-undang, sehingga mengakibatkan ketidakefektifan dan kevakuman pimpinan.

4.     Menguraikan peran legislative dan pemerintah dalam melakukan pemberantasan korupsi
·        Peran legislative
Fungsi pengawasan merupakan instrumen penting dalam jalannya pemerintahan untuk mengawal sekaligus memastikan bahwa segala yang dilakukan maupun diprogramkan memang benar-benar ditujukan untuk kepentingan masyakarat luas. Pada level daerah, fungsi pengawasan salah satunya diperani oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Karena itulah optimalisasi peran DPRD merupakan hal yang sangat penting. Yang tidak kalah pentingnya adalah optimalisasi peran pers. Karena, selain memiliki fungsi pemberi informasi dan edukasi, pers juga memiliki fungsi kontrol. Kaitannya dengan fungsi kontrol, media dapat memberikan pengawasan dengan melakukan kesinambungan berita yang berhubungan dengan kebijakan publik. Selain itu, kontrol sosial dengan memberikan sanksi sosial kepada para penjahat kerah putih pun menjadi cara mujarab untuk menekan geliat korupsi di Indonesia. Tak adanya sensor ketat yang menyumbat keluwesan dan transparansi berita semakin membuat media leluasa melontarkan senjata ampuh mereka.

Kolaborasi yang apik antara DPRD dan pers dalam menjalankan perannya – terutama terkait pengawasan – diyakini akan mampu meningkatkan kualitas jalannya pemerintahan. Yang pada akhirnya akan membawa dampak positif pada masyakarat.
·        Peran pemerintah
·        Inpres No. 5 Tahun 2004 dan Keppres No. 11 Tahun 2005, lanjutnya, merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas pemberantasan korupsi. Namun dalam pelaksanaan, keduanya tidak berjalan efektif dan masih meninggalkan banyak catatan. Sementara itu, PP No. 37 Tahun 2006 justru merupakan blunder kebijakan yang ditempuh pemerintah. Dengan keluarnya PP tersebut, potensi terjadinya gejala korupsi, khususnya bagi anggota DPRD, menjadi semakin besar, tambahnya.
·        Kedua, peran pemerintah dalam pembentukan undang-undang anti korupsi. Dalam penyusunan RUU Pengadilan Tipikor, pemerintah terbukti lamban. Selain itu, juga pada UU No. 3 Tahun 2009 tentang MA. Komitmen pemerintah dalam hal ini patut dipertanyakan sebab isu paling krusial tentang perpanjangan usia hakim agung justru diusulkan oleh pemerintah.
·        Terakhir, penyelesaian adat atas dugaan kasus korupsi. Setidak-tidaknya terdapat dua kasus yang disoroti, yakni kasus Amien Rais vs Presiden SBY dan Yusril Ihza Mahendra vs Taufiequrrahman Ruki. Dalam konteks ini, Presiden terlihat mengintervensi proses hukum yang semestinya dapat dijalankan sesuai dengan prosedur.

;;

By :
Free Blog Templates